Minggu, 02 Desember 2018

ILMU SOSIAL DASAR KONSEP 3 : HUBUNGAN INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT


ILMU SOSIAL DASAR
KELOMPOK 3, KONSEP 3
HUBUNGAN INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT



Disusun Oleh:
Adzra Nabila Yasmin 10118244
1 KA 13



Sistem Informasi
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Jakarta
2018



1) Pengertian Keluarga
Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga. Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa perkawinan itu menurut beliau adalah berdasarkan pada libido seksualis. Dengan demikian keluarga merupakan manifestafi daripada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami 1steri.
Perlu kita ketahui bahwa nafsu seksual memangharuskan dijuruskan dengan cara-cara yang dapat diterima oleh norma hidup. Namun hidup seksual itutidak langgeng sebab seksualitas manusia akan mati sebelum manusia itu sendiri mati. Kehidupan seksual manusia itu berubah-ubah dari masa kemasa, dari umur ke umur dan keadaan yang satu keadaan yang lain.
Oleh karena itu apabila keluarga ini benar-henar dibangun atas dasar hidup seksual, maka keluarga itu akan lebih goyah terus dan akan segera pecah setelah kehidupan seksual suami isteri itu hilang. Hal ini kurang realistis. Lain halnya Adler berpendapat bahwa mahligai keluarga itu dibangun berdasarkan pada hasrat atau nafsu bcrkuasa. Tetapi inipun tidak realistis sebab menurut nalar keluarga yang dibangun di atas dasar menguasai itu tidak pernah sejahtera. Padahal yang dicita-citakan adalah keluarga bahagia sejahtera.
Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan.
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikanberpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri scbagai satu gabungan yang hakiki. enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
(Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 95-96)

2) Pengertian Masyarakat
            Drs. JBAF Mayor Polak menyebut masyarakat (Society) adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektiva-kolektiva serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok.
            Kemudian pendapat dari Prof. M.M. Djojodiguno tetang masyarakat adalah suatu kebulatan daripada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia denngan manusia. Akhirnya Hasan Sadily berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama.
            Jelasnya: Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang teah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat, yang sama –sama ditaati dalam lingkungannya. Dalam lingkungan itu antara orang tua dan anak, antara ayah dan ibu, antara kakek dan cucu, antara sesama kaum lelaki atau sesama kaum perempuan. Larut dalam suatu kehidupan yang teratur dan terpadu dalam suatu kelompok manusia, yang disebut masyarakat.
            Menilik kenyataan di lapangan, suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku bangsa. Bisa juga berlatar belakang dari berbagai suku.
Contoh : yang disebut masyarakat Jakarta atau orang Betawi, pada hakikatnya berakar dan bernenek moyang dari berbagai suku. Salah satu diantaranya adalah suku Sunda, Jawa Barat. Erat kaitannya dengan itu tatanan kehidupan, norma-norma dan adar istiadat yang memberi warna kepribadian orang Betawi, salah satu diantaranya berakardan berasal dari kebudayaan dan kepribadian suku Sunda, Jawa Barat. Dalam pertmbuhan dan perkembangan suatu masyarakat, dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju (masyarakat modern)
 (Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 96-97)

A) Masyarakat Sederhana
Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitif) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja dalam bentuk lain tidak terungkap dengan jelas, sejalan degan pola kehidupan dan pola perekonomian masyarakat primitif atau belum sedemikian rupa seperti pada masyarakat maju.
            Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemhan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam mengadapi tantangan-tantangan alam yang buas pada saat itu. Berburu atau menangkap ikan di laut  misalnya, merupakan pekerjaan berat yang menuntu keberanian, keterampilan serta kemampuan daya tahan fisik yang kuat. Oleh karena itu, kedua bidang pekerjaan ini tercatat sebagai monopoli pekerjaan kaum lelaki, di samping pekerjaan-pekerjaan lain, misalnya menebang pohon, mempersiapkan serta membersihkan lahan pertanian untuk berladang, dan memelihara ternak besar. Mengurus rumah tangga, menyusui, dan mengasuh anak-anak, merajut, membuat pakaian, dan bercocok tanam adalah pekerjaan orang perempuan. Demikian kaum wanita tidak saja mengurus anak-anak tetapi juga membuat barang-barang anyaman, seperti keranjang, dan mengumpulkan sayuran liar, buah-buahan, dan binatang-binatang kerang (M. Amir Sutaarga, 1960 : 41-42).
Kalaulah pada saat mengolah tanah pertanian(ladang atau kebun) dikerjakan bersama-sama, maka pekerjaan yang berat seperti : membuka lahan,menyingkirkan pohon-pohon yang tumbang, dikerjakan oleh orang laki-laki. Kaum wanita mengerjakan yang ringan-ringan, misalnya menyebar benih, menyiangi rumput (Raymond Firth, et.al.. 1961 : 107). Karena dirasakan perlu menambahkan tenaga kerja, ada kalanya pada beberapa masyarakat primitif, seorang isteri meminta kepada suami supaya mengambil seorang isteri lain untuk meringankan pekerjaan rumah tangganya (Raymond Firth, 1961 : 120). Pada suku Nehe, jika seorang laki-laki mempunyai lebih banyak isteri, dia terhindar dari pekerjaan pertanian yang sangat berat.
Dengan latar belakang seperti itu, jelasbahwa antara sang suami dengan sang isteri, dan antara sesama isteri, terjadi pembagian kerja dengan kesepakatan yang dapat diterima satu samalain.
 (Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 97-98)
B) Masyarakat Maju
Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih akrab dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai.
Organisasi kemasyarakatan itu dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan terbatas sampai pada cakupan nasional, regional maupun internasional. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.
(Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 99)                 
(1) Masyarakat Non Industri
Secara garis besar, kelompok nasional atau organisasi kemasyarakatan non industri dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu kelompok primer (primary group) dan kelompok sekuden (secondary group).
a.  Kelompok Primer
Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, lebih akrab. Kelompok primer ini juga disebut kelompok “face to face group”, sebab para anggota sering berdialog bertatap muka. Sifat interaksi dalam kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja dan tugas pada kelompok menenerima serta menjalankannya tidak secara paksa, namun berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab para anggota secara sukarela. Contoh-contohnya : keluarga, rukun tetangga, kelompok agama, kelompok belajar dan lain-lain.
b.  Kelompok Sekunder
Antaran anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu sifat interaksi, pembagian kerja, antaranggota kelompok diatur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasiomnal dan objektif.
Para anggota menerima pembagian kerja/tugas berdasarkan kemampuan dan keahlian tertentu, disamping itu dituntut pula dedikasi. Hal-hal tersebut dibutuhkan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contohnya: partai politik, perhimpunan serikat kerja/buruh, organisasi profesi dan sebagainya.   Kelompok sekunder dapat dibagi dua yaitu : kelompok resmi (formal group) dan kelompok tidak resmi (informal group). Inti perbedaan yang terjadi adalah kelompok tidak resmi tidak berststus resmi dan tidak didukung oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) seperti lazim berlaku pada kelompok resmi.
Namun demikian, kelompok tidak resmi juga mempunyai pembagian kerja, peranan-peranan serta hirarki tertentu, norma-norma tertentu sebagai pedoman tingkah laku para anggota beserta konvensi-konvensinya. Tetapi hal ini tidak dirumuskan secara tegas dan tertulis seperti pada kelompok resmi (W.A. Gerungan, 1980 : 91).
Contoh : Semua kelompok sosial, perkumpulan-perkumpulan, atau organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki anggota kelompok tidak resmi.
Seringkali dalam tubuh kelompok resmi juga terbentuk kelompok tak resmi. Anggota-anggota terdiri atas beberapa individu atau beberapa keluarga saja. Sifat interaksinya berlangsung saling mengerti yang lebih mendalam, karena latarbelakang pengalaman-pengalaman, senasib sepenanggungan dan pandangan-pandangan yang sama.  
(Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 99-100)

(2) Masyarakat Industri
Durkheim mempergunakan variasi pembagian kerja sebagi dasar untuk mengklarifikasikan masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya, tetapi ia lebih cenderung memergunakan dua taraf klarifikasi, yaitu sederhana dan yang kompleks. Masyarakat yang berada di antara keduanya daiabaikan (Soerjono Soekanto, 1982 :190).
Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat bertambah tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal pengkhususan. Otonomi sejenis juga menjadi cirri dari bagian/kelompok-kelompok masyarakat industri dan diartikan dengan kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas tertentu.
Contoh-contoh : tukang roti, tukang sepatu,tukang bubut, tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo, mereka dapat bekerja secara mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi fungsional, makin berkurang pula ide-ide kolektif untuk diekspresikan dan dikerjakan bersama. Dengan demikian semakin kompleks pembagian kerja, semakin banyak timbul kepribadian individu. Sudah barang tentu masyarakat sebagai keseluruhan memerlukan derajat integrasi yang serasi. Akan tetapi hanya akan sampai pada batas tertentu, sesuai dengan bertambahnya individualisme.
Abad ke-15 sebagai pangkal tolak dari berkembang pesatnya industrialisasi, terutama didaratan Eropa. Hal tersebut telah melahirkan bentuk pembagian kerja antara majikan dan buruh. Semula pembagian kerja antara majikan dan buruh atau mereka yang magang bekerja berjalan serasi, sehingga konflik jarang terjadi.
Laju pertumbuhan industri-industri membawa konsekuensi memisahkan pekerja dengan majikan lebih nyata. Majikan sebagai pemilik modal monopoli posisi-posisi tertentu, sehingga menimbulkan konflik. Sejalan dengan kompleksitas pembagian kerja, pekerjaan menjadi tambah rumit dan terlalu khsusus. Akibat terjadi konflik-konflik yang tak dapat dihindari, kaum pekerja membentuk serikat-serikat kerja/serikat buruh.
Awal perjuangan tersebut ditandai dengan keinginan untuk memperbaiki kondisi kerja dan upah. Perjuangan kaum buruh semakin meningkat, terutama di perusahaan-perusahaan besar. Ketidak puasan k:mm buruh terhadap kondisi kerja dan upah semakin meluas. Akumulasi ketidak puasan buruh menjadi bertambah, karena kaum industrialis mengganti tenaga manusia oleh mesin-mesin. Hal ini berakibat membawa stagnasi mental para buruh, lambat laun menjadi luntur, kebanggaan memiliki ketrampilan dan spesialisasi semakin meningkat. Dengan demikian, pcmbagian kerja semakin timpang dan tidak adil.
(Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 100-102)














DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu. 2009. ILMU SOSIAL DASAR. Jakarta : Rineka Cipta

Postingan Populer