ILMU SOSIAL DASAR
KELOMPOK 3, KONSEP 3
HUBUNGAN INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT
Disusun
Oleh:
Adzra
Nabila Yasmin 10118244
1
KA 13
Sistem Informasi
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Jakarta
2018
1) Pengertian Keluarga
Ada beberapa pandangan atau
anggapan mengenai keluarga. Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena
adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa perkawinan itu menurut beliau adalah
berdasarkan pada libido seksualis. Dengan demikian keluarga merupakan manifestafi
daripada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan
seksual suami 1steri.
Perlu kita ketahui bahwa nafsu
seksual memangharuskan dijuruskan dengan cara-cara yang dapat diterima oleh
norma hidup. Namun hidup seksual itutidak langgeng sebab seksualitas manusia
akan mati sebelum manusia itu sendiri mati. Kehidupan seksual manusia itu
berubah-ubah dari masa kemasa, dari umur ke umur dan keadaan yang satu keadaan
yang lain.
Oleh karena itu apabila keluarga
ini benar-henar dibangun atas dasar hidup seksual, maka keluarga itu akan lebih
goyah terus dan akan segera pecah setelah kehidupan seksual suami isteri itu
hilang. Hal ini kurang realistis. Lain halnya Adler berpendapat bahwa mahligai
keluarga itu dibangun berdasarkan pada hasrat atau nafsu bcrkuasa. Tetapi
inipun tidak realistis sebab menurut nalar keluarga yang dibangun di atas dasar
menguasai itu tidak pernah sejahtera. Padahal yang dicita-citakan adalah
keluarga bahagia sejahtera.
Durkheim berpendapat bahwa
keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan
lingkungan.
Ki Hajar Dewantara sebagai
tokoh pendidikanberpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang
karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri scbagai satu
gabungan yang hakiki. enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan
itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
(Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 95-96)
2) Pengertian Masyarakat
Drs. JBAF Mayor Polak menyebut
masyarakat (Society) adalah wadah
segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektiva-kolektiva
serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik
atau sub kelompok.
Kemudian pendapat dari Prof. M.M.
Djojodiguno tetang masyarakat adalah suatu kebulatan daripada segala
perkembangan dalam hidup bersama antara manusia denngan manusia. Akhirnya Hasan
Sadily berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan
manusia yang hidup bersama.
Jelasnya: Masyarakat adalah suatu
kelompok manusia yang teah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat
istiadat, yang sama –sama ditaati dalam lingkungannya. Dalam
lingkungan itu antara orang tua dan anak, antara ayah dan ibu, antara kakek dan
cucu, antara sesama kaum lelaki atau sesama kaum perempuan. Larut dalam suatu
kehidupan yang teratur dan terpadu dalam suatu kelompok manusia, yang disebut
masyarakat.
Menilik
kenyataan di lapangan, suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku
bangsa. Bisa juga berlatar belakang dari berbagai suku.
Contoh : yang disebut masyarakat
Jakarta atau orang Betawi, pada hakikatnya berakar dan bernenek moyang dari
berbagai suku. Salah satu diantaranya adalah suku Sunda, Jawa Barat. Erat
kaitannya dengan itu tatanan kehidupan, norma-norma dan adar istiadat yang
memberi warna kepribadian orang Betawi, salah satu diantaranya berakardan
berasal dari kebudayaan dan kepribadian suku Sunda, Jawa Barat. Dalam
pertmbuhan dan perkembangan suatu masyarakat, dapat digolongkan menjadi
masyarakat sederhana dan masyarakat maju (masyarakat modern)
(Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 96-97)
A)
Masyarakat Sederhana
Dalam lingkungan
masyarakat sederhana (primitif) pola pembagian kerja cenderung dibedakan
menurut jenis kelamin. Pembagian kerja dalam bentuk lain tidak terungkap dengan
jelas, sejalan degan pola kehidupan dan pola perekonomian masyarakat primitif
atau belum sedemikian rupa seperti pada masyarakat maju.
Pembagian
kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang
adanya kelemhan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam
mengadapi tantangan-tantangan alam yang buas pada saat itu. Berburu atau
menangkap ikan di laut misalnya,
merupakan pekerjaan berat yang menuntu keberanian, keterampilan serta kemampuan
daya tahan fisik yang kuat. Oleh karena itu, kedua bidang pekerjaan ini
tercatat sebagai monopoli pekerjaan kaum lelaki, di samping pekerjaan-pekerjaan
lain, misalnya menebang pohon, mempersiapkan serta membersihkan lahan pertanian
untuk berladang, dan memelihara ternak besar. Mengurus rumah tangga, menyusui,
dan mengasuh anak-anak, merajut, membuat pakaian, dan bercocok tanam adalah
pekerjaan orang perempuan. Demikian kaum wanita tidak saja mengurus anak-anak
tetapi juga membuat barang-barang anyaman, seperti keranjang, dan mengumpulkan
sayuran liar, buah-buahan, dan binatang-binatang kerang (M. Amir Sutaarga, 1960
: 41-42).
Kalaulah
pada saat mengolah tanah pertanian(ladang atau kebun) dikerjakan bersama-sama,
maka pekerjaan yang berat seperti : membuka lahan,menyingkirkan pohon-pohon
yang tumbang, dikerjakan oleh orang laki-laki. Kaum wanita mengerjakan yang
ringan-ringan, misalnya menyebar benih, menyiangi rumput (Raymond Firth, et.al.. 1961 : 107). Karena dirasakan perlu
menambahkan tenaga kerja, ada kalanya pada beberapa masyarakat primitif,
seorang isteri meminta kepada suami supaya mengambil seorang isteri lain untuk
meringankan pekerjaan rumah tangganya (Raymond Firth, 1961 : 120). Pada suku
Nehe, jika seorang laki-laki mempunyai lebih banyak isteri, dia terhindar dari
pekerjaan pertanian yang sangat berat.
Dengan
latar belakang seperti itu, jelasbahwa antara sang suami dengan sang isteri,
dan antara sesama isteri, terjadi pembagian kerja dengan kesepakatan yang dapat
diterima satu samalain.
(Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 97-98)
B) Masyarakat Maju
Masyarakat
maju memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih akrab dengan sebutan
kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan
kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai.
Organisasi kemasyarakatan itu dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan terbatas sampai pada cakupan nasional, regional maupun internasional. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.
Organisasi kemasyarakatan itu dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan terbatas sampai pada cakupan nasional, regional maupun internasional. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.
(Drs.
Abu Ahmadi, 2009 : 99)
(1) Masyarakat Non Industri
Secara garis besar, kelompok nasional atau organisasi
kemasyarakatan non industri dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu
kelompok primer (primary group) dan kelompok sekuden (secondary group).
a. Kelompok Primer
Dalam
kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat,
lebih akrab. Kelompok primer ini juga disebut kelompok “face to face group”,
sebab para anggota sering berdialog bertatap muka. Sifat interaksi dalam
kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian
kerja dan tugas pada kelompok menenerima serta menjalankannya tidak secara
paksa, namun berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab para anggota secara
sukarela. Contoh-contohnya : keluarga, rukun tetangga, kelompok agama, kelompok
belajar dan lain-lain.
b. Kelompok Sekunder
Antaran
anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga
kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu sifat interaksi, pembagian kerja,
antaranggota kelompok diatur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasiomnal dan
objektif.
Para anggota menerima pembagian kerja/tugas berdasarkan
kemampuan dan keahlian tertentu, disamping itu dituntut pula dedikasi. Hal-hal
tersebut dibutuhkan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di
flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contohnya: partai
politik, perhimpunan serikat kerja/buruh, organisasi profesi dan sebagainya.
Kelompok sekunder dapat dibagi dua yaitu : kelompok resmi (formal
group) dan kelompok tidak resmi (informal group). Inti perbedaan yang terjadi
adalah kelompok tidak resmi tidak berststus resmi dan tidak didukung oleh
Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) seperti lazim berlaku pada
kelompok resmi.
Namun demikian,
kelompok tidak resmi juga mempunyai pembagian kerja, peranan-peranan serta
hirarki tertentu, norma-norma tertentu sebagai pedoman tingkah laku para
anggota beserta konvensi-konvensinya. Tetapi hal ini tidak dirumuskan secara
tegas dan tertulis seperti pada kelompok resmi (W.A. Gerungan, 1980 : 91).
Contoh : Semua kelompok sosial, perkumpulan-perkumpulan, atau organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki anggota kelompok tidak resmi.
Contoh : Semua kelompok sosial, perkumpulan-perkumpulan, atau organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki anggota kelompok tidak resmi.
Seringkali dalam tubuh
kelompok resmi juga terbentuk kelompok tak resmi. Anggota-anggota terdiri atas
beberapa individu atau beberapa keluarga saja. Sifat interaksinya berlangsung
saling mengerti yang lebih mendalam, karena latarbelakang
pengalaman-pengalaman, senasib sepenanggungan dan pandangan-pandangan yang
sama.
(Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 99-100)
(2)
Masyarakat Industri
Durkheim mempergunakan variasi pembagian kerja sebagi dasar
untuk mengklarifikasikan masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya,
tetapi ia lebih cenderung memergunakan dua taraf klarifikasi, yaitu sederhana
dan yang kompleks. Masyarakat yang berada di antara keduanya daiabaikan
(Soerjono Soekanto, 1982 :190).
Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa
kapasitas masyarakat bertambah tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling
ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal
pengkhususan. Otonomi sejenis juga menjadi cirri dari bagian/kelompok-kelompok
masyarakat industri dan diartikan dengan kepandaian/keahlian khusus yang
dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas tertentu.
Contoh-contoh : tukang roti, tukang
sepatu,tukang bubut, tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo,
mereka dapat bekerja secara mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi fungsional,
makin berkurang pula ide-ide kolektif untuk diekspresikan dan dikerjakan
bersama. Dengan demikian semakin kompleks pembagian kerja, semakin banyak
timbul kepribadian individu. Sudah barang tentu masyarakat sebagai keseluruhan
memerlukan derajat integrasi yang serasi. Akan tetapi hanya akan sampai pada
batas tertentu, sesuai dengan bertambahnya individualisme.
Abad ke-15
sebagai pangkal tolak dari berkembang pesatnya industrialisasi, terutama
didaratan Eropa. Hal tersebut telah melahirkan bentuk pembagian kerja antara
majikan dan buruh. Semula pembagian kerja antara majikan dan buruh atau mereka
yang magang bekerja berjalan serasi, sehingga konflik jarang terjadi.
Laju
pertumbuhan industri-industri membawa konsekuensi memisahkan pekerja dengan
majikan lebih nyata. Majikan sebagai pemilik modal monopoli posisi-posisi
tertentu, sehingga menimbulkan konflik. Sejalan dengan kompleksitas pembagian
kerja, pekerjaan menjadi tambah rumit dan terlalu khsusus. Akibat terjadi
konflik-konflik yang tak dapat dihindari, kaum pekerja membentuk serikat-serikat
kerja/serikat buruh.
Awal
perjuangan tersebut ditandai dengan keinginan untuk memperbaiki kondisi kerja
dan upah. Perjuangan kaum buruh semakin meningkat, terutama di
perusahaan-perusahaan besar. Ketidak puasan k:mm buruh terhadap kondisi kerja dan
upah semakin meluas. Akumulasi ketidak puasan buruh menjadi bertambah, karena
kaum industrialis mengganti tenaga manusia oleh mesin-mesin. Hal ini berakibat
membawa stagnasi mental para buruh, lambat laun menjadi luntur, kebanggaan
memiliki ketrampilan dan spesialisasi semakin meningkat. Dengan demikian,
pcmbagian kerja semakin timpang dan tidak adil.
(Drs. Abu Ahmadi, 2009 : 100-102)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu. 2009. ILMU SOSIAL DASAR. Jakarta : Rineka Cipta